Kamis, 06 Maret 2008

Kehidupan Pesantren Hasyim Asy'ari

Lokasi

Kabupaten Jepara merupakan salah satu Kabupaten yang berada dalam naungan Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif, Jepara masuk di Karisidenan Pati yang terdiri dari Kabupaten Pati, Kudus, Jepara, Rembang, Blora, dan Purwodadi. Berbeda dengan Rembang yang terletak di jalur Pantura, daerah Jepara bukan terletak di daerah yang dekat sekali dengan pesisir. Namun, bila menggunakan kategori tentang demografi kewilayahan, Jepara lebih tepat disebut daerah pedalaman. Posisi yang di pedalaman atau daratan ini, menjadikan kondisi penduduk daerah Jepara tampak lebih sejahtera dan indeks kemiskinannya dalam posisi yang rendah. Terlebih lagi, Jepara juga terkenal sebagai daerah penghasil ukir-ukiran yang sangat maju dan dinamis. Bahkan, usaha ukir-ukiran itu juga banyak yang sudah menembus pasar internasional.

Sesuai dengan data yang tercatat di Depag Jepara Bagian Pekapontren (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren), jumlah pesantren di daerah ini cukup banyak. Jumlahnya bahkan lebih 2 kali lipat dari yang ada di Rembang. Bila di Rembang jumlahnya 86 buah, Pesantren di Jepara keseluruhan berjumlah 196 (seratus sembilan puluh enam) buah. 196 pondok pesantren itu tersebar di berbagai kecamatan yang ada di Jepara, yaitu: Kedung, Tahunan, Jepara, Bangsri, Kembang, Batealit, Mayong, Welahan, Pecangaan, Kalinyamatan, Keling, Mlonggo, Nalumsari, dan Kr. Jawa. Pesantren-pesantren yang ada di daerah Jeparea, rata-rata usianya lebih muda dibandingkan pesantren-pesantren yang ada di Rembang. Kebanyakan didirikan pada zaman setelah kemerdekaan, meskipun ada juga beberapa yang berdiri pada awal tahun 1900-an. Hal itu bisa dimengerti, karena banyak pendiri pesantren di daerah Jepara, yang awalnya berasal dari daerah Pati yang merupakan gudangnya pesantren di Jawa Tengah, terutama daerah Kajen dan Tayu. Karena penduduk di Jepara lebih padat, ada beberapa pesantren yang punya sekolah umum, seperti Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, semua siswa yang sekolah di MTs dan MA ada 1800 orang. Namun, karena keterbatasan tempat, dari keseluruhan siswa, yang mondok di pesantren Bangsri hanya 230 orang saja. Sisanya, mereka tersebar di berbagai pondok pesantren yang ada di sekitar sekolah itu.

Lokasi Kabupaten Jepara ada di Propinsi Jawa Tengah bagian tengah, daerah sekitarnya adalah Pati, Kudus, dan Blora. Jarak tempuh dari Semarang ke Jepara memakan waktu 3 jam. Bila menggunakan bis, dari Jakarta bisa memakan waktu 12 jam. Secara umum, daerah Jepara adalah daerah yang subur dan makmur. Hal itu terlihat dari berbagai tampilan rumah penduduk dan fasilitas publik yang cukup lengkap. Meskipun, untuk beberapa hal ada yang belum ada. Misalnya, warnet di berbagai kecamatan di Jepara hampir sama sekali tidak ada. Untuk bank-bank dan mesin ATM, Jepara relatif lebih maju dibandingkan daerah Rembang. Penduduk daerah Jepara, juga lebih banyak dan pemukiman penduduknya pun lebih padat.

Kecamatan Bangsri yang menjadi tempat needs assessment program ICIP, adalah salah satu kecamatan di antara 14 kecamatan yang ada di Jepara. Pemilihan wilayah needs assessment ini, berdasarkan pertimbangan bahwa Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari yang ada di kecamatan Bangsri ini, merupakan jaringan Ford Foundation yang sudah terpercaya untuk melaksanakan berbagai program. Selain itu, pimpinan Pesantren ini, KH Nuruddin Amin (Gus Nung), adalah juga Ketua Umum Pimpinan Cabang Nahdhatul Ulama’ Kebupaten Jepara. Sebagai kabupaten yang mayoritas penduduknya NU, maka posisi Mas Nung-panggilan akrab beliau, sangat menentukan dan berpengaruh. Ayah Mas Nung sendiri, adalah juga kyai besar. Alm. KH M. Amin Sholeh, pernah menjadi Rois Syuriah PW NU Jawa Tengah.

Pesantren Hayim Asya’ari, adalah di tengah-tengah kota kecamatan Bangsri dan di tengah pemukiman warga yang padat penduduk. Karena terletak di kota ini, maka berbagai kebutuhan dan fasilitas publik di sini relatif maju dan baik. Wartel, tempat foto copy, agen travel, warung makan, terminal bus, pasar, sekolahan, dan kantor kecamatan dan desa sangat dekat sekali dengan mereka. Meski terletak di kota kecamatan, namun jarak tempuh dari kota Bangsri ke kota Jepara relatif jauh, yaitu 17 KM. Hal itu bisa ditempuh dengan bus kota yang setiap saat ada. Untuk tamu dari luar daerah, seperti Surabaya, Jakarta, dan Yogyakarta, bisa turun dan naik langsung dari depan pesantren. Jadi tidak perlu berganti angkutan atau harus naik ojek lagi.

Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk di Kecamatan Bangsri. Pesantren yang didirikan pada tahun 1956 oleh KH. M. Amin Sholeh ini, pada tahun 2002, dipimpin secara kolektif oleh Hj. Azizah Amin, KH Nuruddin Amin, S.Ag, Hj. Hindun Anisah, MA, H. Zaenal Umam, Lc, dan Ikfina Maufuriyah, SS. Para pemimpin kolektif ini mengelola pesantren sepeninggal pendirinya. Alamat surat di: Sebelah Timur Masjid Besar An-Nur Bangsri, RT 03 RW IV, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Jumlah satrinya saat ini ada 1.760 orang. Dengan perincian, siswa MA: putra 384 santri dan putri 502 santri; Siswa MTs: putra 374 santri, putri 876 santri. Sedangkan jumlah santri mukim adalah: putra 73 santri dan putri 98 santri, jadi totalnya 171 santri. Sedangkan tenaga pendidik/ustadz/ustadzah-nya berjumlah 135 orang. Semua santri tidak tidak bermukim dikarenakan luas lahan pesantren yang tidak besar dan luas. Sehingga, banyak dari santri-santri yang tinggal di pesantren-pesantren yang ada di sekitar PP Hasyim Asy’ari.

Sebagai lembaga pendidikan yang berumur, pesantren ini cukup berpengaruh di wilayah Kabupaten Jepara dan sekitarnya. Hal itu ditambah dengan kedudukan almarhum KH. M. Amin Sholeh yang pernah menjadi Rois Syuriah PW NU Jawa Tengah, dan kedudukan KH Nuruddin Amin yang sekarang menjadi Ketua Umum PC NU Jepara. Tidak heran, jika banyak pejabat tinggi dan tokoh pemerintahan yang sowan dan minta doa restu ke pimpinan pesantren ini. Bahkan, dalam beberapa kali kesempatan, beberapa menteri Republik Indonesia datang ke pesantren ini. Menteri Agama RI, juga pernah datang ke pesantren ini untuk meresmikan gedung Madrasah Aliyah, begitu juga dengan Menteri Koperasi dan UKM. Dalam bidang politik, Gus Nung baru-baru ini juga pernah dilamar menjadi Calon Wakil Bupati Jepara. Namun, dengan pertimbangan akan ekses negatif dari sebuah jabatan politik dan keinginan beliau untuk tetap aktif mengurusi lembaga pendidikan dan umat serta mengabdi di jalur keilmuan, akhirnya beliau menolak tawaran itu.

Model pembelajaran yang diadakan di pesantren ini ada semi modern. Artinya, tetap ada sistem sorogan dan bandongan di pagi hari dan malam hari dengan mengaji Al-Qur’an, tetapi parasantri juga mengikuti pendidikan umum di tingkat MTs dan MA. Untuk kelas pagi hari setelah Shubuh, diadakan pengajian kitab yang wajib diikuti oleh parasantri. Kitab-kitab yang dikaji adalah: Irsyadul Ibad yang dibawakan oleh KH. Nuruddin Amin, Fiqhun Nisa’ oleh H. Hindun Anisah, dan Tafsir Jalalain oleh H. Zaenal Umam, Lc. Selain itu, juga diadakan pengajian sorogan Al Qur’an dibawah bimbingan Hj. Azizah Amin yang merupakan Ibunda dari KH Nuruddin Amin. Setelah usai pelajaran di MTs dan MA, parasantri juga diwajibkan untuk mengikuti Madrasah Diniyyah. Untuk kurikulum Madrasah Diniyyah, Pesantren Hasyim Asy’ari tidak mengikuti kurikulum yang diberikan Depag secara penuh, tetapi ada modifikasi dan tambahan-tambahan yang bermanfaat untuk kemajuan santri. Pesantren ini juga sangat dekat dengan masyarakat setempat, mereka sengaja tidak membangun masjid sendiri, hal ini untuk menghindari ekslusifitas. Untuk beribadah, mereka bersama-sama dengan masyarakat menggunakan Masjid Besar An Nur yang berada di sebelah utara pesantren, yang berjarak 100 meter. Di masjid inilah, banyak aktifitas santri dilakukan, mulai dari pengajian hingga semaan dan tahlilan. Pengajian rutin juga diadakan di masjid ini, yang kadang-kadang disi oleh pimpinan dan ustadz pesantren juga.

Menurut Carik Bangsri, selama ini pesantren juga aktif bekerjasama dengan pemerintahan desa dan kecamatan. Pesantren juga sering dilibatkan dalam kegiatan kemasyarakatan dan sebaliknya pesantren juga sering melibatkan masyarakat dalam kegiatan pesantren. Usaha saling membantu dan bekerjasama mereka lakukan dalam bentuk-bentuk kegiatan seperti: keagamaan, rapat desa, kerja bakti, pengajian, bersih desa, dan gotong royong lainnya. Pesantren ini juga aktif membangun hubungan dengan pesantren lainnya. Terlebih lagi, dengan kedudukan Mas Nung sebagai pucuk pimpinan NU Jepara, maka otomatis hubungan itu berjalan dengan intensif. Bersama-sama dengan pesantren lain, mereka berusaha memperjuangkan agar pendidikan umat Islam maju dan mendapatkan perhatian dari masyarakat lain, baik Pemda maupun tokoh lainnya. Pesantren ini juga aktif mengikuti kegiatan Bahtsul Masail baik di tingkat NU Cabang Jepara maupun di tingkat PW NU Jawa Tengah.

Dalam bekerjasama dengan Pemda, Depag, dan Diknas, hubungan yang terjalin cukup baik. Meskipun, untuk beberapa hal hubungannya lebih bersifat pribadi dan bukan berupa kerjasama kelembagaan. Misalnya, subsidi, maupun bantuan peralatan pembelajaran. Dengan Diknas, mereka mendapatkan televisi sebagaimana juga dibagikan ke semua sekolah di Jepara. Sedangkan dengan Depag Jepara, dengan Bagian Mapenda bekerjasama mengurusi MTs dan MA. Pesantren ini juga menjalin hubungan dengan lembaga pendidikan dan organisasi di luar negeri, diantaranya adalah: dengan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi khususnya di Timur Tengah dengan cara menjalin hubungan dengan kedutaan-kedutaan yang ada di Indonesia, dengan Departemen Agama RI yang mempunyai akses ke Timur Tengah, dengan perusahaan atau organisasi yang punya akses, dan datang langsung ke universitas yang dituju. Selain itu, saat ini MA Hasyim Asy’ari juga mempunyai program Kelas Imersi, yaitu sebuah program pembelajaran dengan menggunakan pengantar bahasa Inggris, yang bekerjasama dengan LP Ma’arif NU Jawa Tengah dan Kanwil Dinas P & K Propinsi Jawa Tengah.

Paraguru pesantren ini, ada yang lulusan luar negeri, yaitu: 3 orang guru lulusan Timur Tengah, 1 orang guru lulusan S2 dari Belanda, dan 1 orang guru lulusan S2 dari Philipina.

Untuk pengeluaran dan pemasukan rutin per bulan, pesantren ini tidak terlalu menekankan pendapatan dari pemasukan atau iuran wajib parasantri . Biaya yang dibebankan untuk santri putra adalah Rp 15.000,- per bulan sebagai ganti biaya listrik, sedangkan untuk makan dan minum, mereka dipersilahkan untuk membeli sendiri di kantin pesantren atau di luar. Sedangkan untuk santri putri, selain iuran listrik yang Rp 15.000,-, ditambah lagi dengan biaya makan sebesar Rp 60.000,-. Untuk santri putri memang diwajibkan untuk makan di pesantren. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar mereka waktunya tidak habis untuk mencari makanan di luar dan agar lebih konsentrasi belajar. Karena pesantren ini memiliki sekolah MTs dan MA sekaligus, maka infrastruktur yang ada di MA dan MTs sekaligus juga menjadi hak milik pesantren di bawah yayasan yang ada. Dalam soal ICT, pesantren ini memang belum pernah secara khusus mengadakan, namun banyak guru-gurunya yang diikutkan pelatihan ICT di luar dan mereka sudah mumpuni dalam bidang itu.

Daerah asal santri dan siswa di pesantren Hasyim Asya’ari ini berasal dari Kecamatan Bangsri dan sekitarnya. Dari Jumlah siswa Madrasah Aliyah, laki-laki ada 1/3 dan 2/3 adalah perempuan. Presentasi siswa MA yang meneruskan kuliah terus meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan yang tidak meneruskan. Untuk tahun ajaran sekarang, 60 % lebih siswanya meneruskan ke perguruan tinggi. Sedangkan siswa yang sekolah di MTs, berasal dari Kecamatan Bangsri, Plonggo, Kembang, Keling, Jepara, dan sekitarnya. Ada juga beberapa yang berasal dari luar Jawa dan Sumatra. MTs tergolong maju dalam bidang jurnalistiknya. MTs Hasyim Asy’ari ini pernah menjuarai lomba reportase jurnalistik se-Jawa Tengah. Bahkan, ada 3 anak yang pernah PPL di Kompas Jawa Tengah. Mereka juga pernah menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik Dasar dan Menengah yang acaranya dibuka oleh Bupati Jepara. Siswa MTs ini juga memiliki OPS (organisasi pers sekolah) yang cukup disegani di Jawa Tengah. Dalam bidang tulis menulis ini, siswa MTs ini juga pernah menjadi Juara I Lomba Penulisan Cerpen se Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh IPPNU Jawa Tengah. Maka, ketika ditanya, apa informasi yang seharusnya nanti diberikan dalam fasilitas internet, mereka menjawab memerlukan hal-hal yang berhubungan dengan dunia jurnalistik, teknologi, segala bentuk ilmu, situs-situs ilmu, dan pelajaran yang berguna untuk siswa.

Kerjasama dengan Kantor Departemen Agama

Meski agak birokratis sebagaimana para pejabat di banyak departemen, pejabat Depag Jepara relatif mudah ditemui dan diwawancara untuk keperluan needs assessment program distance learning ini. Hal itu juga ditunjang oleh relasi luas dan pengaruh yang cukup besar yang dimiliki oleh Mas Nung, panggilan akrab KH Nuruddin Amin di masyarakat Jepara. Sehingga, ketika peneliti bermaksud menemui Kasi Pekapontren yang mengurusi soal pesantren, beliau langsung menelponkan dan akhirnya langsung ditunggu di kantor Depag dengan sambutan yang ramah dan bersahabat. Ketika diminta data-data tentang pesantren di Jepara pun, beliau langsung memberikan dan banyak memberikan keterangan tambahan tentang data itu. Begitu juga ketika dimintai informasi tentang penyelenggaran Kejar Paket B, C, dan Life skills, beliau dengan antusias langsung menceritakan berbagai hal yang berkaitan dengan program itu sambil beberapa kali membuka dokumen untuk meyakinkan apa yang baru saja disampaikan.

Menurut Pak Sholihun Ma’mun, pesantren-pesantren yang ada di Kabupaten Jepara hampir 100% modelnya adalah salafiyah. Artinya, di pesantren itu kyai pengasuh dan rumah tempat tinggalnya, ada santri dan tempat mondoknya, ada sistem belajarnya yang berupa bandongan, sorogan, dan wetonan, ada pembelajaran kitab kuning, dan ada tempat peribadatan untuk pembinaan santri. Bagian Pekapontren Depag Jepara, selama ini banyak membantu pesantren-pesantren yang menyelenggarakan Kejar Paket B, C, dan Wajar Dikdas. Madrasah Diniyyah Pesantren, juga sering dibantu oleh Depag. Ada juga beberapa pesantren yang menyelenggarakan Life skills dan dibantu oleh Depag, baik lewat dana murni dari Depag maupun memberikan rekomendasi dan hubungan ke departemen atau lembaga lain. Dan umumnya, pondok pesantren di Jepara ini, sangat antusias untuk bekerjasama dengan Depag. Bahkan, ada beberapa yang membutuhkan bimbingan Depag agar para kyai yang lebih banyak memberikan pembinaan ke dalam namun belum banyak melakukan kerjasama atau membangun relasi ke luar, agar bisa menyeimbangkan hal itu dengan baik.

Selama ini, Depag banyak membantu dan mendukung kesejahteraan dan peningkatan SDM pesantren. Misalnya, bagaimana meningkatkan kemampuan manajemen mereka, melalui ceramah peningkatan dan.

Contoh lainnya, Depag membantu PP Zamroh Al-Muttaqin mengembangkan life skills kaligrafi. Pesantren Tahunan yang santrinya cukup banyak mengembangkan pertukangan. PP Raudhatul Mubtadi’in yang mempunyai SMK Komputer; PP Al-Muniroh yang punya SMK Tata Boga, dan Pesantren Sadamiyyah di Guyangan yang punya usaha perbengkelan. Untuk PP Hasyim Asya’ari Bangsri, selama ini sudah bekerjasama dengan Depag Jepara, tepatnya ke bagian Mapenda karena pesantren ini mempunyai sekolah formal. Ketika ditanya soal bagaimana tanggapannya dengan rencana penggunaan ICT dalam pembelajaran di pesantren, Sholihun Ma’mun mengutarakan kesetujuannya dan mengganga sebuah program yang bagus karena selama ini belum ada. Tambahnya, hal itu tentu sangat mendukung SDM santri. Selain ICT, hal lain yang dianggap sangat dibutuhkan dan mendukung SDM adalah teknologi dan life skills bagi santri. Life skills itu, diharapkan berupa teknologi tepat guna dan komputer.

Pada kesempatan yang sama, pak Sholihun Ma’mun sebagai Kasi Pekapontren Depag Jepara juga sempat mgnharapkan, agar di kemudian hari tidak ada masalah yang bisa menganggu kelancaran pelaksanaan program itu. Jadi, secara prinsip beliau sangat mendukung program distance learning ini. Bahkan, beliau kalau perlu akan mendukung secara tenaga juga. Asalkan semuanya mengikuti koridor aturan yang ada, Depag Jepara Insya Allah akan membantu sekuat tenaga. Dan beliau juga yakin bahwa akan cukup banyak yang mau terlibat membantu, karena semuanya sangat membutuhkan internet. Jadi, peluang kerjasama dengan Depag ini sangat terbuka. Apalagi pimpinan Pesantren Hasyim Asya’ri mempunyai hubungan yang cukup baik dengan para pejabat Depag Rembang.

Kerjasama dengan Kantor Dinas Pendidikan Nasional dan Jardiknas

Selama ini, beberapa pesantren yang ada di Jepara sudah ada yang menjalin kerjasama dengan Diknas. Terutama, pada pesantren-pesantren yang membuka program Kejar Paket A, B, C, KF, PAUD, dan life skills. Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, juga sudah menjalin kerjasama dengan Diknas. Mereka membuka program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang urusan pendaftaran dan pelaporannya berhubungan dengan Diknas bagian PLS. PAUD Averoes yang berada di lingkungan Ponpes Hasyim Asy’ari, juga menjadi bagian pendidikan yang dimiliki dan dikelola oleh yayasan ini. Jika ada pesantren yang ingin membuka Kejar Paket B atau C atau menyelenggaran pendidikan di bawah Diknas (Paket A, B, C, KF, life skills, kursus, PAUD, dan Taman Bacaan Masyarakat), pihak Diknas sendiri siap untuk membantu pembukaan dan proses selanjutnya.

Tentang jalinan kerjasama dengan Diknas Jepara ini, juga ditegaskan oleh Pak Haris Hano Mayani selaku Kabid Perencanaan Diknas Jepara. Menurut beliau, Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri adalah pesantren besar yang sangat berpengaruh di Kabupaten Jepara. Selama ini, kerjasama-kerjasama yang mereka bangun dengan pihak lain terlihat berjalan bagus. Gus Nung, menurut beliau, adalah sosok pemimpin pesantren yang banyak memiliki kolega dan jaringan di luar. Oleh karenanya, tidak heran jika pesantren itu mampu membangun kerjasama dengan berbagai pihak. Berkaitan dengan itu, jika pesantren mengajak kerjasama dengan Diknas, beliau dan jajarannya akan siap membantu. Beliau sendiri juga sudah tahu dengan KH Nuruddin Amin itu. Bantuan kerjasama itu bisa berupa sumbangan pemikiran, tenaga, arahan, maupun bentuk lainnya.

Untuk soal Jardiknas di Kabupaten Jepara, menurut pak Haris Heno Mayani, memang sudah jalan, meskipun masih belum menyentuh semua kecamatan yang ada di Jepara. Hingga saat ini, sekolah-sekolah yang masuk Jardiknas baru yang ada di kecamatan Jepara dan Tahunan. Jumlah sekolahnya ada 20 sekolah, itu termasuk juga MTs dan MA yang juga masuk Jardiknas ini. Selama ini, proses pemasangan instalasi internet di sekolah, dengan sistem sharing dengan perincian Rp 5 juta bantuan dari Diknas Jepara, sedangkan Rp 2 juta dari pihak sekolah. Sebetulnya, pihak Diknas ingin memperluas Jardiknas ini hingga ke kecamatan-kecamatan lain. Namun, keinginan itu terbentur oleh biaya yang tidak sedikit dan sampai sekarang belum ada anggaran baru untuk melaksanakan selain yang 20 sekolah itu. Makanya, bila ada pesantren atau sekolah yang ingin masuk ke Jardiknas dan mempunyai biaya pemasangan yang Rp 7 juta secara swadaya, Diknas Jepara akan siap membantunya. SMK 3 di Jepara adalah salah satu contoh sekolah yang membayar sendiri untuk biaya instalasi dan sekarang sudah masuk Jardiknas. Dengan biaya Rp 7 juta, seluruh sekolah bisa langsung menikmati internet gratis dan tidak perlu membayar biaya pemakaian dan abodemen per bulan lagi.

Biaya itu tentu sangat jauh lebih murah jika kita bandingan dengan pemasangan internet lewat jaringan Telkom. Untuk memasang awal saja, kita diharuskan membeli speedy yang biayanya tidak murah. Setelah itu, ada biaya langganan sebesar Rp 250.000-300.000 yang harus rutin kita keluarkan. Kita pun juga mesti membeli modem ADSL, harus ada telpon kabel, dan membayar biaya pemasangan awalnya. Pembayaran langganan bulanan di atas, berlaku untuk penggunaan sebesar 500 Mega. Jika kita memakainya lebih dari jumlah itu, maka ada biaya tambahan Rp 5.00 per meganya. Memang, untuk pemasangan lewat Jardiknas yang tidak kena lagi biaya bulanan itu, biaya awalnya mahal. Namun, hal itu bisa terasa manfaatnya karena kita tidak lagi perlu membayar biaya bulanan. Kendala yang selama ini, soal jarak memang berpengaruh bagi pemasangan jaringan ini. Untuk Jepara-Bangsri yang jaraknya 17 KM, perlu ada tambahan satelit dan radio agar sinyalnya bisa bagus dan koneksinya lancar. Oleh karenanya, jika ingin bagus tapi dengan biaya yang murah, harus menunggu tiap kecamatan punya tower agar kualitas radio pemancarnya bagus. Namun, bisa juga dengan cara menambah biaya untuk membuat satelit penghubung sendiri. Jadi, jumlah total untuk pemasangan, radio, dan satelit untuk daerah yang jauh seperti Bangsri, membutuhkan biaya Rp 15 juta.

Secara prinsip, Diknas Jepara siap membantu dan bekerjasama dengan pihak manapun yang ingin masuk ke Jardiknas. Bahkan, menurut pak Haris, untuk pesantren yang mau masuk Jardiknas, tidak perlu membuka program Paket B dan C. Jadi, asalkan mereka siap dan mampu secara mandiri memasang keperluan-keperluan untuk akses dan pemasangan instalasi Jardiknas, pihak Diknas Jepara akan cepat bergerak membantunya. Untuk keperluan Jardiknas ini, Diknas juga telah mengkursuskan beberapa guru guru yang khusus ahli ICT untuk ditaruh di sekolah-sekolah agar proses pelaksanaan Jardiknas ini menjadi lancar dan sukses.

Jika tidak mampu membayar Rp 15 juta untuk pemasangan awal, pihak sekolah atau pesantren di wilayah Bangsri, disarankan untuk menunggu BTS atau tower yang akan dipasang di Nglonggoh dan Tahunan yang agak tinggi sehingga bisa diakses sampai Bangsri. Mungkin, waktunya bisa 5-6 bulan lagi, tapi soal waktu ini belum bisa dijamin apakah tepat waktu atu tidak. Selain itu, ada cara lain dengan minta bantuan ke Bapade (Badan Pengelolaan Arsip dan Data Elektronik) yang ada di tiap kecamatan. Sebab, jika Diknas ingin punya tower sendiri, itu masih belum pasti karena harus menunggu APBD. Berkaitan dengan itu, menurut Khoirul Faizin dan Hindun Anisah, kepala sekolah dan guru MA Hasyim Asya’ari, sebetulnya mereka pernah mengajukan untuk ikut Jardiknas dan sudah ada sinyal positif, namun untuk biaya itu, ternyata tidak bisa disharing dengan sekolah lain. Jadi, 15 juta itu untuk satu sekolah. Maka, jalan yang paling realistis untuk masuk Jardiknas dan bekerjasama dengan Diknas, adalah dengan menyediakan biaya Rp 15 juta.


Desa Bangsri (Jepara)

Desa Bangsri, Kecamatan Bangsri ada di ibu kota kecamatan, jadi termasuk daerah kota. Jarak antara pesantren dari kecamatan hanya 1,5 km. Karena terletak di daerah kota, maka perumahan penduduk di sini rata-rata sudah padat sebagaimaa umumnya kota besar. Bahkan, pesantren ini terletak di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Menurut KH Nuruddin Amin, sebetulnya ada niatan untuk mengembangkan pesantren lebih luas lagi dan menambah lokal kelas, namun itu semuanya masih terbentur oleh kesulitan memperluas lahan. Mungkin, alternatifnya adalah membangun pesantren dan lembaga pendidikan di bawah naungan pesantren di tempat lain yang masih di sekitar situ. Jika hanya mengandalkan lahan yang sekarang ditempati pesantren, bila ingin menambah lokal, yang bisa dilakukan adalah meningkat saja. Untuk memperluasnya, agak susah dilakukan.

Menurut data monografi desa Bangsri, luas desa ini adalah 748.978 ha. Sedangkan batas-batas wilayahnya adalah: sebelah utara dengan Kedungleper/Updalan, selatan dengan Tengguli/Jambu, sebelah Barat dengan Jeruk Wangi, serta sebelah timur dengan Banjaran. Jarak desa ini dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 0,5 KM, dengan Kabupaten Jepara 17 KM, dengan Propinsi Jawa Tengah 87 KM, dengan Ibu Kota Negara 600 KM. Jumlah penduduk desa Bangsri adalah: laki-laki 8035, perempuan 8393. Sedangkan jumlah kepala keluarga adalah 3586 orang. Untuk status kewarganegaraannya, seratus persen WNI atau 16428 orang WNI, untuk WNA 0. Komposisi pemeluk agama di sana adalah: jumlah penganut Islam 15517 orang, Kristen 11 orang, Katolik 15 orang. Mata pencaharian penduduk Bangsri terdiri dari: karyawan 964 orang, wiraswasta 693 orang, tani 141 orang, pertukangan 619 orang, buruh tani 369 orang, pensiunan 93 orang, nelayan 4 orang, pemulung 3 orang, jasa 153 orang. Jumlah pemerintahan adminstrasi di bawah desa: RT 72, RW 18. Jumlah pegawai pelayanan masyarakat: pelayanan umum 10 orang, kependudukan 1 orang, legalisasi 1 orang. Jumlah wajib pajak desa Bangsri: 5215 orang, sedangkan jumlah realisasi yang terkumpul Rp 132.910.131,-. Untuk Lembaga Musyawarah Desa, jumlah anggota LMD/BPD-nya 15 orang. Keuangan dan sumber pendapatan desa, bantuan pemerintah Rp 99.953.000,-. Sarana peribadatan yang ada di desa ini: masjid 15 buah, mushola 33 buah, gereja 3 buah.

Sarana pendidikan yang ada di desa ini adalah: TK 10 gedung, 22 guru, 336 murid. Untuk tingkat SD 11 gedung, 81 guru, 1993 murid. Sedangkan tingkat SMTP/SMP 4 gedung, 69 guru, 1349 murid. Tingkat SMA: 3 gedung, 63 guru, 906 murid. Selain pendidikan umum, di desa ini juga ada pendidikan khusus, yaitu: Madrasah 6 gedung, 111 guru, 1955 murid. Sarana olahraga yang ada di Bangsri ada 6 jenis dan 19 buah model. Sarana kesenian/kebudayaannya 6 jenis dan 11 buah. Sarana sosial ada 7 jenis dan 83 buah. Untuk pemukiman penduduk, terdiri dari: perumahan permanen 1998 buah, semi permanen 682 buah, rumah non permanen 83 buah. Di daerah ini tidak ada komplek perumahan. Kelembagaan desa: jumlah pengurus LKMD 50 orang, jumlah Kader Pembangunan Desa (KPD) 18 orang, jumlah tim penggerak PKK 21 orang, jumlah Kader PKK 834 orang. Sedangkan kelompok bidang kemasyarakatan terdiri dari: Majelis Taklim 38 kelompok dengan 1907 anggota, Majelis gereja 3 kelompok dengan 314 anggota, remaja masjid 5 kelompok dengan 496 anggota, remaja gereja 3 kelompok dengan 39 anggota.

Kesejahteraan

Penduduk desa Bangsri, umumnya hidup sebagai kelas menengah ke bawah. Artinya, dilihat dari tampilan fisiknya, mereka rata-rata hidup berkecukupan, meskipun ada beberapa yang masih miskin. Sesuai dengan pengamatan langsung oleh peneliti, rumah-rumah di sana rata-rata sudah cukup bagus dan memadai, serta terbuat dari beton atau dinding permanen. Jarang sekali ada rumah yang secara fisik jelek atau masih terbuat dari bambu. Hal itu mungkin sangat berhubungan dengan matapencaharian penduduk daerah ini yang sebagian besar berprofesi sebagai karyawan dan wiraswasta. Bahkan, untuk menemukan show room mobil atau motor di daerah ini, bukan sesuatu yang susah. Sebab, ada juga beberapa penduduk yang membuka usaha di bidang itu. Mereka yang mempunyai kendaraan roda empat pun, bukan menjadi pemandangan yang jarang ditemukan.

Meski banyak yang hidup secara cukup dan memadai, namun penduduk Bangsri yang mendapatkan Raskin (beras miskin) juga banyak. Hal ini menandakan bahwa kemiskinan masih juga terjadi di daerah ini dan sebagain penduduknya mengalami hal itu. Dari total jumlah penduduk 16.428 orang atau 3.586 KK, awalnya yang mendapatkan raskin berjumlah 500 KK. Jumlah itu saat ini menurun menjadi 300 KK. Bila kita gunakan persentase, kira-kira saat ini jumlah KK yang mendapatkan Raskin adalah 10 %. Hal itu dikuatkan oleh Carik (sekretaris desa) Bangsri bahwa jumlah yang menerima raskin saat ini kira-kira ada 1.200 orang. Biasanya, Raskin setelah diterima Kelurahan langsung dibagikan ke penduduk lewat RT masing-masing. Dengan jumlah raskin 6,5 ton, maka Per KK (Kepala Keluarga) mendapatkan 20 kg. Jumlah di atas, tentu bisa digolongkan kecil atau masih dalam taraf sejahtera. Bila dibandingkan dengan daerah Pamotan, Rembang, penduduk Bangsri-Jepara ini, rata-rata memang tampak lebih makmur dan sejahtera.

Kesejahteraan penduduk Bangsri, juga tampak dari sarana-sarana yang mereka miliki. Dari jumlah masjid dan lembaga pendidikannya saja, daerah ini banyak jumlahnya. Begitu juga dengan sarana olahraga, kesenian, kebudayaan, dan sebagainya. Penduduk di sana, rata-rata sudah memiliki telepon pribadi dan banyak terdapat wartel. Matapencaharian penduduk yang rata-rata menjadi pedagang, wiraswasta, dan PNS itu, rupanya sangat berkaitan dengan kondisi desa Bangsri dan sekitarnya yang lahan pertaniannya sudah tidak ada. Tanah pertanian yang masih ada, biasanya adalah tanah bengkok (tanah inventaris desa) yang diberikan kepada para petinggi atau pejabat kelurahan. Lahan-lahan bengkok itu, sebagian disewakan ke pabrik tebu dan sebagian disewa ke petani. Namun, kebanyakan disewa pabrik tebu karena harganya lebih tinggi. Menurut pak Bambang, pertanian di Bangsri yang menyusut menjadi kecil itu, sejak tahun 1990-an. Meskipun rata-rata penduduk Bangsri sejahtera dan di atas garis kemiskinan, namun untuk soal fasilitas listrik ternyata masih ada dukuh/bagian dari desa yang belum terpasang. Di daerah Bangsri yang dekat hutan, ada sekitar 14 rumah yang belum bisa mengakses internet dan telpon. Padahal, fasilitas itu sangat mereka butuhkan. Oleh perangkat desa, hal itu sudah pernah dan sering disampaikan ke pihak kecamatan untuk ditindaklanjuti, namun sampai sekarang belum juga terealisasi.

Pendidikan

Sesuai dengan data BPS Jawa Tengah, Jepara adalah daerah yang penduduk miskinnya relatif tidak banyak. Menurut data yang dihimpun pada tahun 2005, persentase penduduk miskin di Jepara adalah 9,88 %. Ini sangat berbeda jauh dengan Kabupaten Wonosobo yang menjadi daerah termiskin pertama dengan jumlah persentase 33,15 % dan Kabupaten Rembang yang menempati urutan kedua dengan persentase 32,00 %. Posisi persentase kemiskinan itu, tentu sangat berpengaruh pada kondisi pendidikan di daerah ini. Menurut Carik/Sekretaris Desa Bangsri, rata-rata anak usia sekolah desa ini menempuh pendidikan baik di tingkat SMP maupun SMA. Bahkan, jumlah lembaga pendidikan SD, SMP, dan SMA di desa dan kecamatan Bangsri pun, sudah cukup memadai. Dulu memang pada tahun 1988-1991, di desa ini pernah dibuka program Kejar Paket A dan B, tapi itu hanya berjalan selama 3 tahun. Sebab, setelah itu anak-anak usia sekolah lebih memilih untuk masuk sekolah umum atau agama formal yang di desa ini bukan hal yang sulit untuk dimasuki dan didapatkan. Untuk soal biaya pendidikan, tampaknya masyarakat daerah ini juga tidak keberatan. Hal ini berdasarkan pada angka biaya sekolah yang umumnya diterapkan di sekolah-sekolah daerah ini.

Pernyataan tentang kondisi pendidikan di daerah Bangsri ini juga dikuatkan oleh pendapat Kasi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Depag Jepara, menurut beliau, bila kita ingin membuka Paket C atau B di daerah perkotaan seperti Bangsri, itu pangsa pasarnya kurang bagus. Sebab, di sana sudah ada sekolah formal dan umumnya banyak anak-anak yang sekolah di tempat-tempat itu. Dan santri-santri yang ada di pesantren pun, umumnya lebih banyak yang sekolah formal. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan formal baik tingkat SD, SMP, dan SMA maupun yang sederajat, baik di kalangan masyarakat umum maupun di pesantren Jepara, tidak menjadi persoalan penting. Artinya, partisipasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan formal sudah tinggi. Menurut penuturan KH Nuruddin Amin, soal pendidikan formal memang bukan sebuah kendala yang serius. Terbukti, anak-anak yang sekolah di MTs dan MA Hasyim Asy’ari yang jumlahnya ada 1800 siswa-siswi itu, rata-rata berasal dari desa-desa sekitar Bangsri dan Kecamatan-kecamatan yang ada di Jepara.

Meskipun soal pendidikan formal tidak menjadi masalah, namun ketika kita melihat angka tamat sekolah di Kabupaten Jepara, umumnya hampir sama dengan beberapa Kabupaten lain yang ada di Jawa Tengah. Dari data yang ada di BPS Jawa Tengah, menunjukkan bahwa angkat tamat sekolah tingkat SLTP tahun 2005 berjumlah 5.898 dari 21.422 (27,532 %). Sedangkan untuk SLTA 3.901 dari 13.104 (29,769 %). Angka itu hampir sama dengan Kabupaten Rembang yang angka tamat sekolahnya untuk tingkat SLTP berjumlah 5.323 dari 17.364 (30,665 %) dan tingkat SLTA-nya berjumlah 2.840 dari 9.198 (30,876 %). Menurut data yang ada di Diknas Jepara, APK (angka partisipasi kasar) tahun 2005-2006 untuk tingkat SD/MI adalah 111,13, SMP/MTs 87,17 %, dan SMA/MA/SMK 19,40 %. APM (angka partisipasi murni) tingkat SD/MI adalah 99,06 %, SMP/MTs 87,17 %, dan SMA/MA/SMK 19,40 %. Sedangka angka DO (drop out) tahun 2005-2006 adalah: SD 150 siswa, MI 37 siswa, SMP 199 siswa, MTs 305 siswa, SMA 162 siswa, MA 197 siswa, SMK 41 siswa. Dari angka-angka itu, meski penduduk Jepara tergolong sejahtera dan lembaga pendidikan formalnya banyak, namun APK tingkat SMA/MA/SMK-nya masih rendah, dan angka DO untuk tingkat itu juga tinggi. Hal ini menunjukkan, bahwa soal pendidikan di Jepara ini meski bukan persoalan yang pelik, namun tetap ada masalah-masalah yang masih menjadi PR mereka dan kita semua.

Pendidikan yang Dibutuhkan

Karena masyarakat daerah Jepara ini kebanyakan sudah menempuh pendidikan formal, maka pendidikan yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat Jepara, khususnya desa Bangsri adalah pendidikan yang memberikan wawasan tambahan dan ketrampilan agar ketika mereka lulus dari pendidikan formal nanti, bisa bekerja atau membuka usaha sendiri. Hal ini paling tidak dinyatakan oleh H. Khoirul Faizin, Lc, Kepala Sekolah MA Hasyim Asya’ri Bangsri, Jepara. Menurut beliau, life skills itu diharapkan bisa menjadi ketrampilan untuk pegangan ketika para siswa terjun di masyarakat. Misalnya: bordil, jahit menjahit, tata boga untuk siswa-siswa perempuan. Sedangkan untuk siswa laki-laki adalah perdagangan, pertanian, montir, dan ketrampilan yang bisa membuat mereka lebih maju. Pernyataan itu juga dikuatkan oleh pendapat Carik/Sekretaris Desa Bangsri. Menurut beliau, untuk membuka Kejar Paket B atau C, di sini kurang pas karena sudah banyak sekolah umum. Yang lebih tepat adalah life skills, dan life skills yang mereka butuhkan adalah: pelatihan komputer, perbengkelan, kursus menjahit, dan bahasa Inggris. Life skills itu, sangat mereka inginkan untuk membuat hidup dan pekerjaan mereka selama ini lebih maju dan sukses.

Memang, bila kita pelajari data-data yang ada di PLS (Pendidikan Luar Sekolah) Diknas Jepara, penyelenggaraan Paket B dan C disini sudah sangat banyak dan sepertinya tidak menjadi alternatif lagi bagi anak didik usia sekolah. Soalnya, rata-rata yang mengikuti pendidikan informal itu adalah mereka-mereka yang sudah berumur. Oleh karenanya, tempat penyelenggaraannya mayoritas adalah di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang ada di kecamatan-kecamatan. Meskipu ada juga yang berpusat di pesantren, namun jumlahnya sangat sedikit, hanya ada 3 buah. Bahkan, menurut Ibu Sri Yati, staf PLS Diknas Jepara, hampir semua Kecamatan ada program Kejar Paket C-nya. Untuk saat ini, jumlah peserta Pendidikan Kejar Paket C adalah 3200 orang, sedangkan tahun 2006 adalah 2800 orang. Untuk Paket B, jumlah pesertanya adalah 600 orang. Jumlah penyelenggara Kejar Paket C 819 lembaga, bahkan ada di sebuah kecamatan yang ada 100 lebih penyelenggaranya. Ketika ditanya kenapa kok jumlah Paket B-nya tidak signifikan dibandingkan Paket C, Ibu Sri Yati malah menyatakan bahwa Kejar Paket B untuk daerah Jepara sebetulnya sudah cukup.

Untuk PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Kabupaten Jepara sendiri, tempatnya ada di kecamatan-kecamatan yang ada, yaitu: Keling, Bangsri, Kembang, Jepara, Kedung, Tahunan, Kalinyamatan, Mayong, dan Nalomsari. Di situ, ada wadahnya untuk menjadi tempat masyarakat beraktivitas belajar, baik kejar Paket B, Paket C, maupu life skills. Selain itu, PKBM juga menangani kelompok KF (keangsraan fungsional), Paket A, kursus, PAUD (pendidikan anak usia dini), dan taman bacaan masyarakat. Untuk lembaga kursus, yang berada di bawah atau terdaftar di Dinas PLS ada 34 lembaga. Sedangka PAUD ada 43 lembaga. Dari semua model pendidikan alternatif itu, memang yang sangat dibutuhkan masyarakat Jepara adalah life skills. Untuk pemudanya, misalnya kerajinan dan pengasinan buah. Sedangkan untuk putrinya adalah menjahit dan tata boga. Pelatihan komputer juga sangat dibutuhkan bagi masyarakat Bangsri khususnya dan Jepara umumnya. Soalnya, dalam urusan membuat tulisan, tugas sekolah atau kuliah, keperluan administrasi organisasi, surat lamaran, surat undanga, pengumuman, dan sebagainya, ketrampilan jenis ini sangat dibutuhkan sekali. Bahkan, menurut KH Nuruddin Amin, Pesantren Hasyim Asya’ri sangat ingin menjadi e-learning centre yang bisa bermanfaat dan memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat sekitarnya, khususnya dalam soal life skills ini. Selama ini, kontribusi yang sudah diberikan adalah dalam soal keagamaan, moralitas, organisasi, penyuluhan kemasyarakatan, dan pendidikan formal. Oleh karenanya, dengan life skills ini, diharapkan pesantren semakin bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya dan umat Islam umumnya

Pengunjung ke

Kontak

Alamat: